Rabu, 12 Maret 2008

Alih Kode Dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Berbahasa merupakan aktifitas urgensif manusia. Berbahasa merupakan sarana bagi individu manusia untuk berkomunikasi. Dengan berkomunikasi individu yang satu ingin menyampaikan segala sesuatu yang terpendam dalam benak dan perasaannya, sedangkan individu lainnya menjadi mitra komunikasi berusaha menangkap dan memahami yang menjadi maksud komunikator. Keadaan semacam ini berlangsung setiap saat.
Dalam penggunaannya sebagai alat komunikasi yang digunakan antar individu yang berbeda suku, bahasa Indonesia tidaklah bebas dari pengaruh bahasa-bahasa kedua yang dimiliki dan dikuasai oleh pemakainya. Seseorang yang menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar pada suatu waktu baik itu disengaja atau tidak, akan memunculkan istilah yang ada dalam bahasa daerahnya. Seseorang yang memakai dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain berarti ia melakukan kedwibahasaan (bilingualisme). Dalam Nababan (1993:27) diterangkan bahwa bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain secara tidak langsung berkaitan dengan keadaan masyarakat bahasa yang tidak hanya menggunakan satu ragam bahasa dalam setiap kesempatan berbicara. Adanya variasi bahasa terlihat pada pemakaian bahasa menggunakan berbagai macam bahasa. Seorang individu tidak akan pernah bisa menggunakan satu bahasa secara murni. Individu yang berasal dari suku Jawa dalam menggunakan bahasa Indonesia akan mendapat pengaruh dari bahasa Jawa. Hal tersebut merupakan gejala alih kode.
Dalam proses belajar mengajar di kelas SMP merupakan suatu kelompok masyarakat yang bilingual. Kegiatan ini tanpa disadari antara murid dan guru melakukan interaksi alih kode dalam berkomunikasi. Hal ini dilakukan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Dalam melakukan pengajaran, seorang guru harus bisa menyampaikan materi dengan bahasa yang komunikatif sehingga dapat diterima oleh murid. Guru juga terkadang merasa cocok menggunakan bahasa daerah atau juga bahasa asing untuk menyampaikan suatu maksud pengajaran agar dimengerti oleh murid.
Penelitian ini berfokus pada penelitian bahasa alih kode yang dilakukan guru dan murid dalam proses pembelajaran di SMP. Penelitian yang bertopik alih kode memang sudah sering dilakukan tetapi pada umumnya objek penelitian tersebut adalah penyiar radio, pedagang, dan ada yang memilih objek yang sama yaitu guru dan murid.
Dengan ditemukannya berbagai bahasa alih kode, yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau ke bahasa Inggris, yang masih dilakukan guru dan murid dalam proses pembelajaran maka peneliti mengangkat hal ini sebagai objek penelitian. Selain itu, metode ceramah yang masih digunakan guru dalam proses pembelajaran di SMP memungkinkan ditemukannya berbagai bahasa alih kode.
Batasan penelitian ini hanya berfokus pada bahasa alih kode yang dilakukan guru dan murid dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP berlangsung. Ruang lingkup masalah penelitian hanya seputar alih kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Dan analisis hanya dilakukan ketika kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP berlangsung dengan subyek penelitian seorang guru bahasa Indonesia dan siswa SMP.
A. Kedwibahasaan dan Kemultibahasaan
Gejala alih kode muncul dalam masyarakat yang berdwibahasaan dan kemulitibahassan. Oleh karena itu, pembahasan tentang alih kode tidak akan lepas dari masalah bilingualisme atau kedwibahasaan dan multilingualisme atau kemultibahasaan.
a. Kedwibahasaan
Kedwibahasaan yaitu berkenaan dengan dua bahasa atau dua kode bahasa. Chaer dan Agustina (2004:84) menyatakan bahwa secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Nababan (1993:27) secara sederhana mengemukakan bahwa bilingualisme merupakan kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika itu berpikir tentang kesanggupan seorang dwibahasawan dalam memakai dua bahasa, maka orang itu disebut bilingualitas. Jadi, orang yang “berdwibahasa” mencakup pengertian kebiasaan memakai dua bahasa.
Dalam kedwibahasaan, digunakannya dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian telah menimbulkan beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut adalah:
1. Sejauh mana taraf kemampuan seseorang akan B2 (bahasa Indonesia) daripada B1 (bahasa Ibu) sehingga dia dapat disebut seorang bilingual
2. Kapan seseorang bilingual menggunakan B1 atau B2
3. Sejauh mana B1 dapat mempengaruhi B2 atau sebaliknya
Semua masalah yang muncul tergantung pada sitausi dan kondisi serta penutur itu sendiri dalam menggunakan kedua bahasa tersebut.
b. Kemultibahasaan
Kemultibahasaan pada umumnya dihubungkan dengan masyarakat multilingual, masyarakat yang anggota-anggotanya berkemampuan atau biasa menggunakan lebih dari satu bahasa bila berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat. Kemultibahasaan adalah digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. (Chaer dan Agustina, 2004:112).
Apabila seseorang mempunyai B1 bahasa Jawa, B2 adalah bahasa Indonesia dan B3 orang tersebut menguasai bahasa lain seperti bahasa Inggris maka orang tersebut dapat dikatakan multibahasa biarpun hanya tiga saja bahasa yang dikuasainya. Agar dapat disebut kemultibahasaan, orang tersebut harus menguasai lebih dari dua bahasa dalam berinteraksi dnegan lingkungan sekitar. Akan tetapi hal ini jarang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lebih banyak menggunakan satu atau dua bahasa saja untuk berinteraksi dengan orang lain. Jadi kemultibahasaan dalam hal ini tidak penting, yang penting adalah kedwibahasaan.
B. Alih Kode (Code Switching)
a. Pengertian Alih Kode
Dalam masyarakat yang bilingual dan multilingual sering terjadi kontak bahasa yang dapat memunculkan gejala alih kode. Bahasa yang dipilih bergantung pada banyak faktor, antara lain lawan bicara, topik, dan suasana (Sumarsono, 2003:201).
Alih kode pada dasarnya merupakan peristiwa peralihan penggunaan satu kode ke kode lain. Peristiwa kode ini merupakan salah satu aspek saling ketergantungan bahasa dalam masyarakat yang bilingual. Penutur bahasa dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual ini menjadi tidak mungkin menggunakan satu bahasa secara mutlak dan murni tanpa memanfaatkan sedikit bahasa atau unsur lainnya.
Alih kode adalah penggunaan bahasa lain atau variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena ada partisipan lain (KBBI, 1997:25). Sedangkan Appel dalam Chaer dan Agustina (2004:141) mengemukakan bahwa alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Alih kode ini sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan yang dimaksud meliputi hubungan anatar pembicara, dan pendengar.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah peristiwa yang terjadi pada masyarakat tutur baik bilingualisme atau multilingualisme yang menunjukkan adanya peralihan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain atau dari variasi satu ke variasi lainnya yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Wujud Alih Kode
Menurut Rahadi dalam penelitian Nailul Mazidah (2004:16), wujud alih kode dapat berupa:
1. Kode yang berwujud bahasa Jawa
Dari peristiwa tutur yang dapat dijangkau dalam peralihan dapat dikatakan penggunaan kode dalam bahasa Jawa sangat dominan.
2. Kode yang berwujud bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ternyata dapat digunakan hampir segala bidang kegiatan di negara kita. Dalam kegiatan proses pembelajaran pun bahasa Indonesia cukup dominan.
3. Kode yang berwujud bahasa Asing
Dalam kegiatan proses pembelajaran, penggunaan bahasa Asing juga sering muncul sekalipun sifatnya sangat insidental.
4. Kode yang berwujud sistem tingkat tutur
Biasanya tingkat tutur ini yang digunakan berkisar antara tingkat tutur ngoko dan krama.
5. Kode yang berwujud ragam
Jenis ragam komunikasi lengkap dan ragam komunikasi ringkas tidak saja ditemukan dalam bahasa Jawa tetapi juga dalam bahasa Indonesia.
c. Faktor Penyebab Alih Kode
Menurut Fishman dalam Chaer dan Agustina (2004:108) menyatakan bahwa secara umum penyebab alih kode adalah:
1. Pembicara atau penutur, seorang pembicara atau penutur sering kali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan atau manfaat” dari tindakannya
2. Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena lawan tutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur itu
3. Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa sama dengan bahasa yang digunakan penutur atau lawan tutur dapat menyebabkan alih kode
4. Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan alih kode. Situasi formal seperti rapat, perkuliahan
5. Berubahnya topik pembicaraan
C. Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
a. Pengertian Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pada hakikatnya proses pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu program untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005). Menurut Suyatno (2004:8), dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar, karena yang belajar dalam kelas adalah siswa bukan guru.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), proses pembelajaran bahasa Indonesia tidak lagi bersifat tradisional, melainkan modern. Guru tidak lagi menjelaskan dari awal hingga akhir materi pembelajaran, tetapi diharapkan siswa lebih aktif dan kreatif. Guru hanya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Karakterisitik dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah harus dapat menguasai 4 macam ketrampilan berbahasa yaitu, membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (Depdiknas, 2005). Dalam hal ini siswa yang lebih aktif bukan guru.
b. Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
Siswa SMP merupakan pemula yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai materi pelajaran yang detail. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia SMP sekarang menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
KTSP merupakan seperangkat rencana dan pengetahuan tentang kompetensi yang dilakukan dengan cara penyampaiannya disesuaikan dengan daerah/sekitar. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia SMP ini, hal pokok yang menjadi acuan yaitu standar kompetensi, yang merupakan seperangkat kompetensi yang dilakukan secara nasional dan diwujudkan dengan hasil belajar peserta didik. Standar kompetensi SMP yaitu:
1. Mendengarkan
Standar kompetensi disini siswa diajak untuk berlatih mendengarkan, membedakan pelafalan berbagai bunyi suara atau bahasa, dan memahami berbagai materi yang dibagi menjadi beberapa standar kompetensi. Siswa juga diberi tugas untuk memperdalam materi yang diajarkan oleh guru secara maksimal sehingga siswa benar-benar mengerti.
2. Berbicara
Dalam hal ini siswa harus mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan, serta menceritakan kembali berbagai macam bentuk materi pelajaran.
3. Membaca
Dalam prose pembelajaran membaca ini, guru mengoptimalkan siswa agar bisa membaca dan memahami berbagai macam bacaan baik dari buku maupun selebaran.
4. Menulis
Standar kompetensi pada ketrampilan menulis yaitu siswa diharapkan mampu menulis beberapa kalimat dengan tulisan balok atau tegak bersambung secara rapi. Selain itu, siswa diajak untuk menulis berbagai macam materi pelajaran bahasa Indonesia seperti menulis cerita pengalaman pribadi, menulis surat, dll.
D. Bahasa Guru dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan guru adalah bahasa Indonesia. Tidak diperkenankan seorang guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan bahasa daerah atau bahasa yang lain selain bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005). Tetapi lepas dari dalam konteks tersebut, terkadang guru melakukan alih kode yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam mengartikan maksud materi yang diajarkan oleh guru.
Ada semacam hierarki dalam kebahasaan yang dimulai dari “bahasa” sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang berdiri dari variasi-variasi serta gaya dan register sebagai subkodenya. Perbedaan register juga ada antar bahasa yang digunakan dalam aktivitas lain.
Satu situasi sosial yang melibatkan salah satu partisipasinya melakukan tindakan aktif untuk memonitoring sistem komunikasi adalah pengajaran di kelas. Memonitoring semacam itu bisa terdiri dari mengajar atau bagian dari mengajar. Oleh karena itu, guru secara konstan melakukan jenis-jenis kontrol yang berbeda pada percakapan siswa di kelas.
Dalam belajar, kemampuan siswa berbeda-beda. Begitu juga dengan gaya belajar siswa. Untuk mengatasi hal itu, guru memberi pengertian siswa dan masuk ke dalam kepribadian siswa dengan mendekati hal psikologis mereka. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi menggunakan bahasa yang biasa dipakai oleh siswa sehingga tercipta suatu imbal balik yang signifikan antara guru dan murid. Selain itu, proses belajar mengajar akan mengalami suatu perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA

Ardiana, Leo Indra, Kisyani Laksono. 2004. Bahan Pelatihan IND/E/22 Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Chaer, Abd dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 1995. Kurikulum Pendidikan Dasar SLTP GBPP Bahasa Indonesia. Jakarta.
Moleong, Lexi J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: University Press.
Nababan, P.W.J., 1993. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

makasih infonya.by ochaa